Dia adalah putra Utsman Al Qurasyi At-Taimi Al Makki, ayah Muhammad.
Dia termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga.
Menurut aku, dia termasuk orang yang pertama kali masuk Islam,
dianiaya karena Allah, lalu hijrah. Para ulama sepakat bahwa dia adalah
sahabat yang tidak ikut perang Badar karena ada urusan dagang di negeri
Syam, dan dia merasa menyesal lantaran ketidakikutsertaannya tersebut.
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menyamakannya dengan anak panah dan pahalanya.
Dalam kitab Al Jami’ karya Abu Isa diriwayatkan dengan sanad hasan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda dalam perang Uhud, “Jadilah seperti Thalhah!”
Dalam kitab Al Jami’ karya Abu Isa diriwayatkan dengan sanad hasan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda dalam perang Uhud, “Jadilah seperti Thalhah!”
Ibn Abu Khalid meriwayatkan dari Qais, ia berkata, “Aku melihat
tangan Thalhah, yang digunakan untuk menjaga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada waktu perang Uhud, lumpuh.”
Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata, “Pada waktu perang Uhud, banyak
orang yang mundur, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya
dilindungi oleh sepuluh pemuda, salah satunya adalah Thalhah. Ketika
mereka bertemu dengan pasukan musyrik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata, ‘Siapa yang akan melawan mereka?’ Thalhah berkata,
‘Aku’. Beliau lalu bersabda, ‘Siapa lagi?’ Seorang sahabat berkata,
‘Aku’. Beliau kemudian berkata, ‘Kamu’. Setelah itu dia menyerang hingga
akhirnya terbunuh. Kemudian beliau menoleh, ternyata pasukan musyrik
masih ada, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang
akan melawan mereka?’ Thalhah menjawab, ‘Aku’. Beliau berkata, ‘Kamu
lagi!’ Tak lama kemudian salah seorang sahabat dari kaum Anshar berkata,
‘Aku’. Beliau kemudian berkata, ‘Kamu’. Dia pun menyerang, hingga
akhirnya terbunuh. Keadaan terus berjalan seperti itu sampai akhirnya
yang tersisa hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Thalhah. Nabi
pun berkata, ‘Siapa yang akan melawan mereka?’ Thalhah menjawab, ‘Aku’.
Thalhah pun menyerang, dan dia berhasil membunuh sebelas orang dari
pasukan musyrik, dan jari Thalhah terpotong, maka ia menjerit, ‘Aduh’.
Mendengar itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Andai
kamu menyebut nama Allah maka malaikat akan menolongmu dan manusia
menyaksikan’. Akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala T mengusir pasukan
musyrik.
Dalam kitab Shahih Muslim, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berada di gua Hira bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan
Zubair, tiba-tiba sebuah batu besar bergerak, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tenanglah, sesungguhnya orang
yang berada di atasmu tidak lain adalah Nabi, Ash-Shiddiq, dan syahid’.”
Diriwayatkan dari Thalhah bin Yahya, ia menceritakan kepadaku:
Nenekku, Su’da binti Auf Al Mariyah, berkata, “Suatu hari aku bertemu
Thalhah saat ia sedang merintih kesakitan. Aku kemudian berkata, ‘Apa
yang terjadi padamu? Apakah ada masalah dengan keluargamu?’ Thalhah
menjawab, ‘Demi Allah, tidak ada, kamu adalah sebaik-baik saudari
muslim, tetapi uangku telah meresahkanku’. Aku lalu berkata, ‘Apa yang
kamu resahkan? Kamu bertanggung jawab atas kaummu’. Thalhah berkata,
‘Wahai budak, tolong panggilkan kaumku!’ setelah itu dia membaginya
kepada mereka. Lalu aku bertanya kepada penjaga, ‘Berapa jumlah yang
diberikannya?’ Dia menjawab, ‘Empat ratus ribu’.”
Alqamah bin Waqqas Al-Laitsi berkata, “Pada waktu Thalhah, Zubair,
dan Aisyah keluar untuk menuntut balas kematian Utsman, banyak orang
yang menghadang mereka di Dzatu Irqin, karena mereka masih memandang
remeh Urwah bin Az-Zubair dan Abu Bakar bin Abdurrahman. Mereka mengusir
keduanya. Ketika itu aku melihat Thalhah, sedangkan majelis yang paling
disukainya adalah majelis yang kosong. Dia memanjangkan jenggotnya
hingga ke dada. Aku lalu berkata, ‘Hai Abu Muhammad, aku melihat bahwa
tempat yang paling kamu sukai adalah tempat yang sepi, maka jika kamu
tidak suka tempat ini (keramaian ini), tinggalkanlah!’ Thalhah berkata,
‘Wahai Alqamah, jangan menghina diriku, kita dulu satu kesatuan ketika
menyerang musuh (orang-orang kafir), tetapi sekarang kita malah menjadi
dua gunung besi yang saling memusuhi. Tetapi ada satu perkara berkaitan
dengan masalah Utsman yang menurutku kafaratnya hanya bisa ditebus
dengan menumpahkan darahku dan membalas kematiannya’.”
Menurut aku, persepsi Thalhah tentang masalah pembunuhan Utsman
keliru dan salah paham belaka, yang dia ambil berdasarkan ijtihad.
Tetapi persepsinya itu berubah pada saat dia menyaksikan pertempuran
Utsman, lalu menyesal tidak menolongnya. Thalhah juga orang pertama yang
membai’at Ali, dipaksa oleh para pembunuh Utsman, dan dihadirkan hingga
akhirnya dia mau membai’at.
Diriwayatkan dari Qais, ia berkata, “Aku melihat Marwan bin Hakam
sedang melepaskan anak panah ke arah Thalhah hingga mengenai lututnya,
tetapi dia terus bertempur hingga akhirnya meninggal.”
Menurutku, dosa orang yang membunuh Thalhah sama seperti dosa pembunuh Ali.
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa dia mendengar Umar berkata kepada
Thalhah, “Mengapa aku melihatmu selalu murung dan sedih semenjak
wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah kamu iri
kepada kepemimpinan putra pamanmu, yakni Abu Bakar?” Thalhah menjawab,
“Aku berlindung kepada Allah, aku sebenarnya mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya aku mengetahui
satu kalimat yang jika dikatakan oleh orang yang akan meninggal maka
rohnya akan berbau wangi saat keluar dari jasadnya, dan roh itu akan
bercahaya pada Hari Kiamat’. Sementara itu aku belum menanyakan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya dan beliau juga
tidak memberitahuku tentang hal tersebut. Itulah yang membuatku
bersedih.” Umar lalu berkata, “Sesungguhnya aku mengetahuinya.” Thalhah
bertanya, “Alhamdulillah, apa itu?” Umar berkata, “Kalimat yang pernah
diucapkan beliau kepada pamannya.” Thalhah berkata, “Kamu benar.”[1]
Thalhah wafat (terbunuh) pada tahun 36 H, saat berusia sekitar 62 tahun. Jasadnya disemayamkan di daerah Bashrah.
Thalhah mempunyai anak-anak yang baik, dan yang paling baik adalah
Muhammad Sajjad, pemuda yang baik, ahli ibadah, dan takwa kepada Allah.
Dilahirkan saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup dan wafat
pada perang Jamal. Ketika ia meninggal Ali sangat bersedih dan berkata,
“Kebaikannya sama dengan kebaikan ayahnya.”
————————————————————————————————–
Foot Note:
[1] Kalimat tersebut adalah kalimat Laailaaha Illallah.
Sumber: Ringkasan Siyar A’lam an Nubala’, Imam Adz-Dzahabi, Penyusun:
Dr.Muhammad Hasan bin Aqil Musa asy-Syarif, Pustaka Azzam, Hal.146-147.
http://kisahislam.net/2011/12/25/thalhah-bin-ubaidullah/
0 komentar:
Posting Komentar