Berbicara mengenai bumi dan segala proses yang berkembang didalamnya. Merupakan suatu bahasan tersendiri dalam cabang ilmu dunia yakni geografi. dalam islam melalui Al Qur'an sebagai sumber ajaran langsung dari Allah, juga tidak sedikit berbicara mengenai bumi ini sebagai tempat terbentuknya peradaban. maka dengan begitu segala macam proses fisik maupun sosialnya akan sangat menarik jika dibahas dengan memberikan penjelasan secara ilmiah dan Qur'ani.
Lapisan-Lapisan Atmosfer
Bumi
memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah satunya
adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung
yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima
bahwa atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun secara
berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana dipaparkan dalam
Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu
keajaiban Al Qur’an.
|
Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di
bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al Qur’an, 2:29)
“Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih
merupakan asap. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan
Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” (Al Qur’an, 41:11-12)
Kata “langit”, yang kerap kali muncul di banyak ayat
dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada “langit” bumi dan juga
keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa
langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi
terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih
dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer
terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan
sebagai berikut:
Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri
beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri
fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat
dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan
massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN
OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar
ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER
berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan
dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi
membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan
EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam
sumber ilmiah tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas
tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
1. Troposfer
2. Stratosfer
3. Ozonosfer
4. Mesosfer
5. Termosfer
6. Ionosfer
7. Eksosfer
Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, “… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.”
Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan
kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana
dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting
yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup
lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan
hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari
pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor
yang berbahaya.
Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir.
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang
tak mungkin ditemukan tanpa teknologi canggih abad ke-20, secara jelas
dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.
Fungsi Gunung
Dengan
perpanjangannya yang menghujam jauh ke dalam maupun ke atas permukaan
bumi, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi yang
berbeda, layaknya pasak. Kerak bumi terdiri atas lempengan-lempengan
yang senantiasa dalam keadaan bergerak. Fungsi pasak dari gunung ini
mencegah guncangan dengan cara memancangkan kerak bumi yang memiliki
struktur sangat mudah bergerak.
|
Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…” (Al Qur’an, 21:31)
Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa
ketika Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap
sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil
pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk
kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat
menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat
dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di
bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini
berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak
kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran
pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma.
(General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai “pasak”:
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (Al Qur’an, 78:6-7)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam
lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah
permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini.
Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari
terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara
lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan
paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah “isostasi”. Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster’s New Twentieth Century Dictionary, 2. edition “Isostasy”, New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi
modern dan penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an
berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung dalam ciptaan
Allah.
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…” (Al Qur’an, 21:31)
Angin yang Mengawinkan
Gambar
di atas memperlihatkan tahap-tahap pembentukan gelombang air. Gelombang
air terbentuk ketika angin meniup permukaan air. Akibat pengaruh angin
ini, pertikel-partikel air mulai bergerak melingkar. Pergerakan ini
kemudian mendorong terbentuknya gelombang air yang silih berganti, dan
butiran-butiran air kemudian terbentuk oleh gelombang ini yang kemudian
tersebar dan beterbangan di udara.
|
Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan
Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air
itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam
pembentukan hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya
hubungan antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang
menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah
menunjukkan peran “mengawinkan” dari angin dalam pembentukan hujan.
Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:
Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang
tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat
gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter
seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang
dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh
angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer. .
Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin dan
bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar
partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air.
Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan
kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.
Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang
melayang di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan
akhirnya membantu pembentukan awan hujan.
Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran
air di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan hujanpun
tidak akan pernah terjadi.
Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari
angin dalam pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu
dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya mengetahui sedikit
saja tentang fenomena alam…
Lautan yang Tidak Bercampur Satu Sama Lain
Terdapat gelombang besar, arus kuat, dan
gelombang pasang di Laut Tengah dan Samudra Atlantik. Air Laut Tengah
memasuki Samudra Atlantik melalui selat Jibraltar. Namun suhu, kadar
garam, dan kerapatan air laut di kedua tempat ini tidak berubah karena
adanya penghalang yang memisahkan keduanya.
|
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut:
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya
kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui
oleh masing-masing.” (Al Qur’an, 55:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak
bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan
baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan “tegangan
permukaan”, air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu.
Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan
dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang
memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.)
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika
manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan
permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an.
Kegelapan dan Gelombang di Dasar Laut
Pengukuran yang dilakukan dengan teknologi masa kini berhasil mengungkapkan bahwa antara 3 hingga 30% sinar matahari dipantulkan oleh permukaan laut. Jadi, hampir semua tujuh warna yang menyusun spektrum sinar matahari diserap satu demi satu ketika menembus permukaan lautan hingga kedalaman 200 meter, kecuali sinar biru (lihat gambar di samping). Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak dijumpai sinar apa pun. (lihat gambar atas). Fakta ilmiah ini telah disebutkan dalam ayat ke-40 surat An Nuur sekitar 1400 tahun yang lalu.. |
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang
diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi)
awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan
tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada
diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun.” (Al Qur’an, 24:40)
Keadaan umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans:
Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai
pada kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak
dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak terdapat cahaya
sama sekali. (Elder, Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell Beazley Publishers, s. 27)
Kini, kita telah mengetahui tentang keadaan umum lautan
tersebut, ciri-ciri makhluk hidup yang ada di dalamnya, kadar garamnya,
serta jumlah air, luas permukaan dan kedalamannya. Kapal selam dan
perangkat khusus yang dikembangkan menggunakan teknologi modern,
memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan informasi ini.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40
meter tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di
bagian samudra yang dalam nan gelap, seperti pada kedalaman 200 meter.
Karena alasan inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu
menemukan informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan. Namun,
pernyataan “gelap gulita di lautan yang dalam” digunakan dalam surat An
Nuur 1400 tahun lalu. Ini sudah pasti salah satu keajaiban Al Qur’an,
sebab infomasi ini dinyatakan di saat belum ada perangkat yang
memungkinkan manusia untuk menyelam di kedalaman samudra.
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur “Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak,
yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan…” mengarahkan perhatian kita pada satu keajaiban Al Qur’an yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang
di dasar lautan, yang “terjadi pada pertemuan antara lapisan-lapisan
air laut yang memiliki kerapatan atau massa jenis yang berbeda.”
Gelombang yang dinamakan gelombang internal ini meliputi wilayah
perairan di kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada kedalaman ini
air laut memiliki massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan air di
atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti gelombang permukaan.
Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana gelombang permukaan.
Gelombang internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi
keberadaannya dapat dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan
kadar garam di tempat-tempat tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6. edition, Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205)
Pernyataan-pernyataan dalam Al Qur’an benar-benar
bersesuaian dengan penjelasan di atas. Tanpa adanya penelitian,
seseorang hanya mampu melihat gelombang di permukaan laut. Mustahil
seseorang mampu mengamati keberadaan gelombang internal di dasar laut.
Akan tetapi, dalam surat An Nuur, Allah mengarahkan perhatian kita pada
jenis gelombang yang terdapat di kedalaman samudra. Sungguh, fakta yang
baru saja diketemukan para ilmuwan ini memperlihatkan sekali lagi bahwa
Al Qur’an adalah kalam Allah.
Kadar Hujan
Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan
adalah bahwa hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini
disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar
(yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati,
seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (Al Qur’an,
43:11)
Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan
melalui penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16
juta ton air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton
air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke
bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam
suatu siklus yang seimbang menurut “ukuran atau kadar” tertentu.
Kehidupan di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun
manusia menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak
akan mampu membuat siklus seperti ini.
Per tahunnya, air hujan yang menguap dan
turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah “tetap”: yakni 513
triliun ton. Jumlah yang tetap ini dinyatakan dalam Al Qur’an dengan
menggunakan istilah “menurunkan air dari langit menurut kadar”. Tetapnya
jumlah ini sangatlah penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologi
dan, tentu saja, kelangsungan kehidupan ini,..
|
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan
segera mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri
kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan
senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti
dinyatakan dalam Al Qur’an.
Pergerakan Gunung
Dalam
sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam
sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak.
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia
tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan.
(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Qur’an,
27:88)
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak
bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas
lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama
kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener
mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada
masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda
sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener
baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana
pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun
1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di
permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea.
Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua
bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu
daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika,
Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia,
yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama
150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi
daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea
telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa
sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan
perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian
geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan
peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan
sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan.
Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut
teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak
pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya.
Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun.
Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan
perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya,
Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini:
dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung
sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga
menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari
benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al
Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para
ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
Sumber: http://muhakbarilyas.blogspot.com/2012/04/al-quran-dan-bumi.html
0 komentar:
Posting Komentar