Perilaku korupsi tidak hanya menimbulkan kerugian yang terbatas pada angka-angka. Lebih jauh dari itu, yang paling menakutkan dari perilaku korupsi adalah datangnya laknat Allah. Hal itu dikemukakan oleh Ustaz Yusuf Mansur.
Ia mengatakan, upaya pemberantasan korupsi selama ini masih berbicara tentang kerugian negara yang dirampok oleh para koruptor. Padahal, dikatakannya, kerugian yang paling menakutkan dari mewabahnya perilaku korupsi bak kanker ganas adalah datangnya laknat Allah.
Suatu bangsa yang hidup dengan kezaliman, pengkhianatan terhadap amanah, janji dan sumpah, pasti akan menerima laknat.
Di tengah kemiskinan yang terus menggerogoti negeri ini, perilaku korup tentu bukan kejahatan biasa ataupun luar biasa, melainkan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengasuh acara Chating YM ini kemudian memandang hukuman mati bagi koruptor seperti yang mengemuka belakangan ini patut untuk didukung.
Mengutip satu puisi dari seorang penyair muslim terkemuka dari negeri Iran, Sa'di, bahwa mereka yang berpesta pora dengan hasil merampok uang rakyat miskin yang setiap malam menggeletar karena lapar, yang hidup dari mengais sisa-sisa makanan di pembuangan sampah, yang berpanas terik menjadi kuli galian, yang berkeringat jagung memikul beban puluhan kilo di pelabuhan, kata Sa'di, tak pantas menyandang gelar manusia, bukan lagi manusia.
Akan tetapi, lanjutnya, ada ancaman yang lebih mengerikan dari sekedar kerugian berupa angka-angka rupiah dan dolar yang dirampok oleh para pejabat, yaitu kengerian dicabutnya 'berkah' dari negeri ini.
Bahkan yang lebih dahsyat dari itu, adalah ditimpakannya laknat Allah, murka Allah, malapetaka, akibat kezaliman yang sudah merajalela. Kerugian jika laknat Allah terjadi, tentunya tak dapat lagi terukur dengan angka-angka.
Untuk itu Ustaz mengingatkan tiga hal. Pertama adalah para pejabat publik di negeri ini dilantik dengan sumpah dan janji yang selalu membawa nama Tuhan.
Terkadang, kata Ustaz, ia membayangkan, untunglah bukan Ia yang menjadi Tuhan. Karena kalau tidak, Ia pasti sudah berbuat sesuatu pada para pejabat yang seenaknya bersumpah dan berjanji atas nama Tuhan. Untunglah Tuhan itu maha Pengasih maha Penyayang, sehingga diberikannya waktu kepada kita untuk memperbaiki keadaan, sampai waktu tertentu, lanjutnya.
.
Kedua, korupsi di negeri ini sudah menjadi budaya. Korupsi bukan hanya perilaku elit, yang terbatas kepada mereka yang punya akses terhadap kekuasaan semata, tapi sudah menjadi perilaku dan sikap mental yang entah bagaimana prosesnya terjadi, telah mewabah sampai ketingkat paling bawah.
Ketiga, para koruptor, dengan sedikit kamuflase “kedermawanan”, dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat, bahkan tidak sedikit yang tetap menyandang predikat pemimpin masyarakat.
Untuk itu, ia mengimbau seluruh rakyat Indonesia dan seluruh pejabat publik untuk berhenti korupsi, "Ayo Kita Berhenti Korupsi". Membangun kesadaran bahwa bangsa ini tidak akan pernah maju, tidak akan pernah jaya dengan terus adanya perilaku korupsi.
Dan yang lebih penting, lanjutnya, "Ayo Kita Berhenti Korupsi" agar Allah SWT tidak sampai harus memutuskan, menimpakan laknat, malapetaka dan bencana ke atas bangsa ini.
Na’udzubillahi min dzalik.
Referensi: www.republica.co.id
0 komentar:
Posting Komentar