DR. Sa'ad Abdul Halim
membuat catatan tengang Presiden Moursi. Judul tulisannya adalah: Yaa
Moursii, Thuubaa Lil-Ghurabaa (Wahai Moursi, berbahagialah wahai jiwa
terasing)
Mana kolam renang yang dahulu katanya diperintahkan istri Presiden untuk dibangun di dalam istana Ittihadiyah? Tidak terbukti. Istri Presiden Moursi memilih hidup biasa, tidak pernah memposisikan sebagai ibu negara yang ikut campur urusan kenegaraan.
Tajammu' Al-Khamis yang selama era Mubarak menjadi camp militer yang menegangkan, hingga jalan raya yang selalu dilewati rezim Mubarak berubah menjadi benteng militer, dimana tak seorang pun boleh mendekati atau berfoto di dekatnya, bahkan sinyal Telpon seluler menjadi kacau. Kini berlaku seperti biasa, karena Moursi lebih memilih tinggal dan menempati flatnya yang ia sewa dengan uang sendiri.
Apakah ada anggota keluarga Presiden yang tinggal menempati istana kepresidenan dan menikmati hidup borju dengan fasilitas istana? Tak satupun ada, keluarga Moursi memilih hidup bersahaja, laksana warga negara biasa lainnya.
Apakah saudara-saudara kandung dan kerabat Moursi ada yang berubah status dari petani yang menempati rumah-rumah sederhana di kampung, apakah ada yang berubah menjadi direktur atau memimpin BUMN/BUMD atau menjadi calo-calo proyek? Tak seorang pun dari saudara Moursi yang menikmati kesempatan itu. Malah putra Moursi ikut melamar pekerjaan di salah satu agency Egypt Air, dengan gaji hanya 1.5 juta rupiah.
Adakah ibu hamil yang melahirkan di kendaraan saat menuju ke rumah sakit atau orang yang meninggal dalam perjalanan ke RS, karena jalan ditutup oleh rombongan presiden Moursi yang mau lewat seperti lumrah terjadi di masa Mubarak? Belum pernah ada laporan dan pengaduan ini. Diyakini, tidak ada. Karena rombongan kepresidenan tidak terlalu banyak dengan Paspampres yang jumlahnya secukupnya.
Ingatkah kalian pada Amru Adib, yang harus menderita bertahun-tahun lamanya, hanya karena ia mengucapkan satu kata yang dirasa menyinggung putra Mubarak, Gamal. Satu tahun penuh ia mengiba hingga menjilat sepatu Shafwat Syarif, menteri penerangan Mubarak untuk melobi Mubarak memaafkannya? Justru Moursi tidak dan enggan menggunakan haknya sebagai Presiden atas caci maki, hinaan, pelecehan kaum sekuler-liberal dan muslim ambigu yang tidak pernah berhenti.
Moursi, satu-satunya Presiden yang memerintahkan untuk tidak memampangkan foto-foto dirinya di seluruh Mesir. Padahal beberapa kalangan, belum jadi apa-apa saja, fotonya sudah dipampang!!
Jika khalifah itu ada, bukankah sifat-sifat yang terbaik mereka adalah seperti itu? Lalu khalifah yang mana lagi yang kita inginkan? Selamanya demokrasi itu mubah. Sebagaimana khilafah adalah mubah. Bisa menjadi haram atau wajib tergantung siapa dan untuk apa!
Jadi, masihkan kita mau tertipu, membiarkan era demokrasi dinikmati orang-orang berpikiran Yahudi-Nasrani yang enggan mengabdi ke masyarakat?
Wallahu A'lam.
Sumber: http://www.islamedia.web.id/2013/05/moursi-sang-khalifah-itu.html
Mana kolam renang yang dahulu katanya diperintahkan istri Presiden untuk dibangun di dalam istana Ittihadiyah? Tidak terbukti. Istri Presiden Moursi memilih hidup biasa, tidak pernah memposisikan sebagai ibu negara yang ikut campur urusan kenegaraan.
Tajammu' Al-Khamis yang selama era Mubarak menjadi camp militer yang menegangkan, hingga jalan raya yang selalu dilewati rezim Mubarak berubah menjadi benteng militer, dimana tak seorang pun boleh mendekati atau berfoto di dekatnya, bahkan sinyal Telpon seluler menjadi kacau. Kini berlaku seperti biasa, karena Moursi lebih memilih tinggal dan menempati flatnya yang ia sewa dengan uang sendiri.
Apakah ada anggota keluarga Presiden yang tinggal menempati istana kepresidenan dan menikmati hidup borju dengan fasilitas istana? Tak satupun ada, keluarga Moursi memilih hidup bersahaja, laksana warga negara biasa lainnya.
Apakah saudara-saudara kandung dan kerabat Moursi ada yang berubah status dari petani yang menempati rumah-rumah sederhana di kampung, apakah ada yang berubah menjadi direktur atau memimpin BUMN/BUMD atau menjadi calo-calo proyek? Tak seorang pun dari saudara Moursi yang menikmati kesempatan itu. Malah putra Moursi ikut melamar pekerjaan di salah satu agency Egypt Air, dengan gaji hanya 1.5 juta rupiah.
Adakah ibu hamil yang melahirkan di kendaraan saat menuju ke rumah sakit atau orang yang meninggal dalam perjalanan ke RS, karena jalan ditutup oleh rombongan presiden Moursi yang mau lewat seperti lumrah terjadi di masa Mubarak? Belum pernah ada laporan dan pengaduan ini. Diyakini, tidak ada. Karena rombongan kepresidenan tidak terlalu banyak dengan Paspampres yang jumlahnya secukupnya.
Ingatkah kalian pada Amru Adib, yang harus menderita bertahun-tahun lamanya, hanya karena ia mengucapkan satu kata yang dirasa menyinggung putra Mubarak, Gamal. Satu tahun penuh ia mengiba hingga menjilat sepatu Shafwat Syarif, menteri penerangan Mubarak untuk melobi Mubarak memaafkannya? Justru Moursi tidak dan enggan menggunakan haknya sebagai Presiden atas caci maki, hinaan, pelecehan kaum sekuler-liberal dan muslim ambigu yang tidak pernah berhenti.
Moursi, satu-satunya Presiden yang memerintahkan untuk tidak memampangkan foto-foto dirinya di seluruh Mesir. Padahal beberapa kalangan, belum jadi apa-apa saja, fotonya sudah dipampang!!
Jika khalifah itu ada, bukankah sifat-sifat yang terbaik mereka adalah seperti itu? Lalu khalifah yang mana lagi yang kita inginkan? Selamanya demokrasi itu mubah. Sebagaimana khilafah adalah mubah. Bisa menjadi haram atau wajib tergantung siapa dan untuk apa!
Jadi, masihkan kita mau tertipu, membiarkan era demokrasi dinikmati orang-orang berpikiran Yahudi-Nasrani yang enggan mengabdi ke masyarakat?
Wallahu A'lam.
Sumber: http://www.islamedia.web.id/2013/05/moursi-sang-khalifah-itu.html
0 komentar:
Posting Komentar