Kamis (21 Nopember 2013) kemarin, ustadz Anis Matta memberikan taujih kepada para aktivis dan qiyadah dakwah yang berkumpul di Jakarta Convention Center (JCC). Di antara isi taujih beliau adalah tentang pentingnya kita menguatkan kesabaran dalam menapaki jalan perjuangan. Menurut beliau, sabar adalah karakter dan akhlaq yang paling banyak disebut di dalam Al Qur'an, sampai para ulama menyebut sabar sebagai induknya semua akhlaq terpuji.
Tiada hentinya kita harus mengingatkan diri tentang kesabaran. Bukan hanya karena di jalan
dakwah akan banyak tantangan dan hambatan dari luar. Makar, konspirasi, pembusukan karakter, pengadilan yang tidak adil, persepsi publik yang negatif, penyelewengan opini lewat berbagai media, dan lain sebagainya. Namun kesabaran ini diperlukan di setiap mihwar, karena secara internal pun dakwah ini hanya bisa dijalankan oleh mereka yang sabar.
Sabar, sabar, sabar… Beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, maka Allah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas†(Al Kahfi : 28).
Bisa jadi ada salah paham di antara para aktivis. Bisa jadi ada ketidaknyamanan perasaan di antara para pelaku dakwah. Bisa jadi ada gesekan-gesekan antar aktivis dakwah dalam kancah politik praktis. Bisa jadi ada data yang kurang valid, namun digunakan untuk pengambilan keputusan. Bisa jadi ada stigma yang menganga, dan tidak pernah ada pengadilan yang memberikan klarifikasi. Bisa jadi ada persepsi yang keliru terhadap seorang aktivis namun diyakini untuk memberikan penilaian kepadanya. Bisa jadi ada ketidaktepatan dalam menerapkan teori-teori fiqih dakwah yang telah dipelajari selama ini.
Capek, lelah mendera jiwa dan raga. Namun ini adalah pilihan, yang tidak ada sedikitpun paksaan kita bersamanya. Bisa jadi di sepanjang perjalanan dakwah ini ada ketidakpahaman, ada ketidakmengertian, dan kita tidak pernah menemukan jawaban. Bisa jadi Khalid bin Walid tidak pernah mengerti mengapa dirinya diganti dari posisi panglima perang yang demikian dihormati. Namun toh kehormatan dirinya tidak runtuh karena posisi itu tidak lagi dia miliki.
Kehormatan diri kita adanya pada konsistensi. Konsisten menapaki kebenaran. Konsisten menapaki jalan kebaikan. Komitmen pada peraturan. Teguh memegang keputusan. Mendengar dan taat, itulah karakter kader teladan. Bukankah ini ujian, karena yang kita dengar dan kita taati bisa jadi berbeda dengan suara hati nurani. “Qum Ya Hudzaifah !†Menggelegar suara perintah. Dan Hudzaifah segera bangkit berdiri. Taat tanpa kompromi kepada Sang Nabi.
Kehormatan diri bukan terletak pada posisi kita sebagai apa. Tidak menjadi apa-apa, tetap bisa dihormati. Kita terhormat karena karakter yang kuat, kita terhormat karena karya yang tiada pernah berhenti, kita terhormat karena kerja yang terus menerus, kita terhormat karena keteladanan, kita terhormat karena konsisten, kita terhormat karena kesabaran dan kesetiaan di jalanNya.
Sabar, itulah kunci keberhasilan dakwah di setiap mihwar
0 komentar:
Posting Komentar